Kamis, 24 Mei 2018

MADE SUDANA, SP

BUDIDAYA TANAMAN SAGU




1. Nama Lain dari Tanaman Sagu
Sagu (Metroxylon sp.) di duga berasal dari Maluku dan Irian. Hingga saat ini belum ada data yangmengungkapkan sejak kapan awal mula sagu ini dikenal. Di wilayah Indonesia bagian Timur, sagu sejak lama dipergunakan sebagai makanan pokok oleh sebagian penduduknya terutama di Maluku dan Irian Jaya. Teknologi eksploitasi, budidaya dan pengolahan tanaman sagu yang paling maju saat ini adalah di Malaysia. Tanaman Sagu dikenal dengan nama Kirai di Jawa Barat, bulung, kresula, bulu, rembulung, atau resula di Jawa Tengah; lapia atau napia di Ambon; tumba di Gorontalo; Pogalu atau tabaro di Toraja; rambiam atau rabi di kepulauan Aru.Tanaman sagu masuk dalam Ordo Spadicflorae, Famili Palmae. Di kawasanIndo Pasifik terdapat 5 marga (genus) Palmae yang zat tepungnya telah dimanfaatkan, yaituMetroxylon, Arenga, Corypha, Euqeissona, dan Caryota.Genus yang banyak dikenal adalah Metroxylon dan Arenga, karena kandungan acinya cukup tinggi. Sagu dari genus Metroxylon, secara garis besar digolongkan menjadi dua, yaitu : yang berbunga atau berbuah dua kali (Pleonanthic) dan berbunga atau berbuah sekali (Hapaxanthic) yang mempunyai nilai ekonomis penting, karena kandungan karbohidratnya lebih banyak. Golongan ini terdiri dari 5 varietas penting yaitu :
1. Metroxylon sagus,Rottbol atau sagu molat
2. Metroxylon rumphii, Martius atau sagu Tuni.
3. Metroxylon rumphii, Martius varietas Sylvestre Martius atau sagu ihur
4. Metroxylon rumphii,Martius varietas Longispinum Martius atau sagu Makanaru
5. Metroxylon rumphii,Martius varietas Microcanthum Martius atau sagu Rotan
Dari kelima varietas tersebut, yang memiliki arti ekonomis penting adalah Ihur, Tuni, dan Molat.
Sagu mempunyai peranan sosial, ekonomi dan budaya yang cukup penting di Propinsi Papua karena merupakan bahan makanan pokok bagi masyarakat terutama yang bermukim di daerah pesisir. Pertanaman sagu di Papua cukup luas, namun luas areal yang pasti belum diketahui. Berdasarkan data penelitian dan pengambangan pertanian dapat diperkirakan luas hutan sagu di Papua mencapai 980.000 ha dan kebun sagu 14.000 ha, yang tersebar pada beberapa daerah, yaitu Salawati, Teminabuan, Bintuni, Mimika, Merauke, Wasior, Serui, Waropen, Membramo, Sarmi dan Sentani.
Sentra penanaman sagu di dunia adalah Indonesia dan Papua Nugini, yang diperkirakan luasan budi daya penanamannya mencapai luas 114.000 ha dan 20.000 ha. Sedangkan luas penanaman sagu sebagai tanaman liar di Indonesia adalah Irian Jaya, Maluku, Riau, Sulawesi Tengah dan Kalimantan. 
1. Syarat Tumbuh
Jumlah curah hujan yang optimal bagi pertumbuhan sagu antara 2.000 – 4.000 mm/tahun, yang tersebar merata sepanjang tahun. Sagu dapat tumbuh sampai pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut (dpl), namun produksi sagu terbaik ditemukan sampai ketinggian 400 m dpl. Suhu optimal untuk pertumbuhan sagu berkisar antara 24,50 – 29 C dan suhu minimal 15 C, dengan kelembaban nisbi 90%. Sagu dapat tumbuh baik di daerah 10 LS - 15 LU dan 90 – 180 darajat BT, yang menerima energi cahaya matahari sepanjang tahun. Sagu dapat ditanam di dae ah dengan kelembaban nisbi udara 40%. Kelembaban yang optimal untuk pertumbuhannya adalah 60%. Tanaman sagu membutuhkan air yang cukup, namun penggenangan permanen dapat mengganggu pertumbuhan sagu. Sagu tumbuh di daerah rawa yang berair tawar atau daerah rawa yang bergambut dan di daerah sepanjang aliran sungai, sekitar sumber air, atau di hutan rawa yang kadar garamnya tidak terlalu tinggi dan tanah mineral di rawa-rawa air tawar dengan kandungan tanah liat > 70% dan bahan organik 30%. Pertumbuhan sagu yang paling baik adalah pada tanah liat
kuning coklat atau hitam dengan kadar bahan organik tinggi. Sagu dapat tumbuh pada tanah vulkanik, latosol, andosol, podsolik merah kuning, alluvial, hidromorfik kelabu dan tipe-tipe tanah lainnya. Sagu mampu tumbuh pada lahan yang memiliki keasaman tinggi. Pertumbuhan yang paling baik terjadi pada tanah yang kadar bahan organiknya tinggi dan bereaksi sedikit asam pH 5,5 – 6,5.
1. Teknologi Perbanyakan tanaman sagu
Teknologi perbanyakan tanaman sagu dapat dilakuan dengan metode generatif dan vegetatif. Secara generatif yaitu dengan menggunakan biji yang berasal dari buah yang sudah tua dan rontok dari pohonnya. Biji yang digunakan adalah biji yang berasal dari pohon induk yang baik, yang subur dan produksinya tinggi. Perbanyakan tanaman sagu secara vegetatif dapat dilakukan dengan menggunakan bibit berupa anakan yang melekat pada pangkal batang induknya yang disebut dangkel atau abut (jangan yang berasal dari stolon).
1. Persemaian dan Pembibitan
D.1. Persyaratan Benih atau Bibit
Syarat bibit untuk pembibitan cara generatif adalah biji yang digunakan sudah tua, tidak cacat fisik, besarnya ratarata dan bertunas. Syarat bibit untuk pembibitan cara vegetatif adalah berasal dari tunas atau anakan yang umurnya kurang dari 1 tahun, dengan diameter 10-13 cm dan berat 2-3 kg. Tinggi anakan +1 meter dan punya pucuk daun 3-4 lembar.
D.2. Penyiapan Benih atau Bibit
a). Cara generatif
Biji yang digunakan berasal dari buah yang sudah tua dan jatuh/rontok dari pohon induk yang baik, yaitu subur dan produksinya tinggi, tumbuh pada lahan yang wajar serta produksi klon rata-rata tinggi. Biji/buah yang diambil tersebut adalah buah yang tidak cacat fisik, besarnya rata-rata, dan bernas.
b). Cara Vegetatif
Pembiakan secara vegatatif dapat dilakukan dengan menggunakan bibit berupa anakan yang melekat pada pangkal batang induknya. Adapun cara pengadaan adalah sebagai berikut :
1. Pengambilan dengkel dipilih yang terletak di permukaan atas.
2. Pemotongan dilakukan di sisi kiri dan kanan sedalam 30 cm, tanpa membuang akar serabutnya.
3. Dangkel yang telah dipotong, dibersihkan dari daun-daun dan ditempatkan pada tempat yang mendapat cahaya matahari langsung dengan bagian permukaan belahan tepat pada tempat di mana cahaya matahari jatuh, selama 1 jam.
4. Luka bekas irisan dangkel yang msih tertanam segera dilumuri dengan zat penutup luka (seperti : TB-1982 atau Acid Free Coalteer) untuk mencegah hama dan penyakit.
5. Bibit sagu direndam dalam air aerobic selama 3-4 minggu. Setelah itu bibit ditanam.
6. Penyiapan dangkel sebaiknya dilakukan pada waktu menjelang sore hari, kemudian pada sore hari dangkeldikumpulkan dan pada waktu malam hari diangkut ke lahan, untuk menghindari kerusakan dangkel oleh cahaya matahari.
D.3. Teknik Penyemaian Benih
a) Cara generatif :
Secara generatif penyemaian benih tanaman sagu dapat dilakukan dengan cara perkecambahan tidak
langsung, penyiapan media, penataan bibit dan pembibitan, sebagai berikut. 
1. Perkecambahan tak langsung Penyiapan media : Wadah atau bak dari bata atau bambu berukuran tinggi 30-40 cm, panjang tidak lebih dari 2 meter dan lebar 1,2 – 1,5 cm. Selanjutnya sepertiga bagian bawah diisi pasir dan atasnya serbuk gergaji basah. Penataan Bibit : bibit ditata dengan jarak 10 x 10 cm; 10 x 15 cm; atau 15 x 15 cm dengan posisi miring atau tegak, bagian lembaga diletakkan di bawah, ¾ bagian bibit ditekan dalam serbuk gergaji. Kelembaban media dijaga antara 80-90%. Setelah umur 1-2 bulan dan sudah berdaun 2-3 lembar, bibit dipindah ke bedeng pembibitan.
2. Pembibitan (Perkecambahan tak langsung di media pembibitan)
Penyiapan media : Tanah diolah sedalam 45-60 cm, digemburkan dan ditambah pupuk dasar. Ukuran bedeng tinggi 30 cm; lebar 1,25 m; dan panjang + 8-10 dengan jarak antar bedengan 30-50 cm.
Pengaturan pembibitan tanpa penjarangan : Bibit ditanam dengan jarak 25 x 25cm sampai dengan 40 x 40 cm. Pengaturan pembibitan dengan penjarangan : Pada mulanya bibit ditanam dengan jarak rapat, yaitu 12,5 x 12,5 cm; 15 x 15 cm; atau 20 x 20 cm.
D.4. Pemeliharaan Penyemaian
Cara generatif dengan penjarangan :
1. Dilakukan setelah satu bulan, yaitu menjadi 25 x 25 cm; atau 40 x 40 cm.
2. Selama masa penyemaian kelembaban dipertahankan 80 – 90 %
3. Diberi naungan agar tidak kena cahaya matahari langsung.
4. Peyiraman dilakukan setiap saat.
D.5. Pemindahan Bibit
a). Cara generatif :
Bibit yang berumur 6 -12 bulan dapat dipindahkan atau ditanam. Cara pengangkatannya ke kebun atau tempat penanaman mudah dan murah.
b). Cara Vegetatif
Setelah diambil dapat langsung ditanam.
1. Pengolahan Media Tanam
2. Persiapan
Lahan dipilih yang sesuai dengan ketentuan. Menurut kebiasaan petani sagu Riau dan Maluku,  penanaman sagu dilakukan pada awal musim hujan.
1. Pembukaan Lahan
Lahan dibersihkan dari semua vegetasi di bawah diameter 30 cm dekat permukaan tanah dan semua pohon yang tinggal. Vegetasi bawah dan ranting – ranting kecil tersebut dibakar dan abunya untuk pupuk. Pokok – pokok batang yang besar, yang sulit penggaliannya dapat ditinggalkan begitu saja di lahan, kecuali pokok – pokok yang berada pada calon baris tanaman harus dibersihkan.
1. Pembentukan bedengan Dilakukan untuk penanaman dengan cara blok (biasanya dilakukan perusahaan perkebunan sagu). Adapun tata cara pembangunan blok adalah:
1. Ukuran blok 400 x 400 m, jadi satu blok luasnya 16 ha. Biasanya di tengah – tengah blok
dibangun kanal tersier.
2. Kanal yang harus dibangun ada 3 macam, yaitu : kanal utama, kanal sekunder, dan kanal tersier.
3. Kanal utama adalah kanal yang digali tegak lurus terhadap sungai, dibangun di setiap dua blok kebun sagu, jaraknya dari kanal utama satu dengan yang lain adalah 800 m. Fungsinya sebagai pengaliran air dari sungai ke dalam blok – blok sagu, dan sebagai jalur transportasi utama dari kebun ke sungai dan sebaliknya, serta untuk penyanggah pengaruh air pasang. Kanal utama ini lebarnya 2,5 m.
4. Kanal sekunder adalah kanal yang digali tegak lurus terhadap kanal utama (melintang pada blok dan kanal utama). Kanal ini berfungsi sebagai pembatas antara empat blok sagu disebelahnya; sebagai jalur transportasi sagu dari kebun dan atau kanal tersier ke kanal utama. Lebar kanal sekunder adalah 2 m.
5. Kanal tersier adalah kanal yang digali pada pertengahan blok atau di antara dua blok atau melintangi di antara blok – blok yang saling berseberangan dan sebagai jalur transportasi dari kebun sagu bagian dalam, ke sungai atau kanal utama, atau ke kanal sekunder atau juga ke kanal tersier melintang dan sebaliknya. Lebar kanal tersier adalah 1,5 m.
6. Saluran drainase lebarnya 0,75 – 1,00 m.
7. Lain - lain Menentukan sistem dan alat transportasi, karena lahan penanaman sagu didominasi oleh lahan yang berupa rawa dan lahan pantai yang sering dipengaruhi pasang surut. Lahan sebagian merupakan daerah berair, maka infrastruktur harus terdiri atas sistem kanal sebagai pengganti jalan darat.
1. Penanaman dan Penyulaman
2. Penentuan Pola tanam
Penanaman dengan sistem blok adalah jarak tanam atau jarak lubang antar bervariasi antara 8-10 meter, sehingga satu hektar hanya menampung + 150 buah. Jarak tanam yang dianggap ideal adalah :
1. Sagu Tuni 8 x 8 atau 9 x 9 m, hubungan segitiga sama sisi, sehingga 1 hektar akan memuat 143 tanaman.
2. Sagu Ihur 9 x 9 m, hubungan segitiga sama sisi, sehingga 1 hektar akan memuat 143 tanaman.
3. Sagu Molat 7 x 7, hubungan segi empat, sehingga 1 hektar akan memuat 2043 tanaman
4. Jika ketiga varietas ditanam secara bersama – sama, maka ditanam secara terpisah menurut blok.
5. Pembuatan Lubang tanam
Lubang tanam digali sebulan/selambat-lambatnya 1 minggu sebelum penanaman dengan ukuran lubang 30x30x30 cm. Hasil galian tanah bagian atas dipisahkan dari tanah lapisan bawah dan dibiarkan beberapa hari. Pada lubang tanaman itu ditempatkan pancang – pancang bambu, tiap lubang 2 pacang.
1. Cara Penanaman
Cara penanaman dilakukan dengan membenamkan dangkel ke dalam lubang tanaman. Bagian pangkal dangkel ditutup dengan tanah remah bercampur gambut. Tanah penutup jangan ditekan tapi dangkel jangan sampai bergerak. Tanah lapisan atas dimasukkan sampai separuh lubang apabila mungkin di campur puing – puing. Akar – akar dibenamkan pada tanah penutup lubang dan pangkalnya agak ditekan sedikit ke dalam tanah.
1. Penyiangan (pengendalian gulma)
Penyiangan dilakukan terhadap gulma dan dilakukan pada sagu muda (3 – 4 tahun), sebab rawan terhadap serangan hama. Gulma juga akan memperbesar peluang kebun dilanda kebakaran. Proses penyiangan dapat dilakukan dengan menggunakan tangan, sabit, parang, cangkul dan sebagainya. Hasil dari penyiangan dipendam/dikomposkan. Bila gulma mengandung hama/vektor dan kayu, dibakar dan abunya dijadikan pupuk.
1. Pengendalian Hama dan Penyakit
Pada tanaman sagu terdapat hama dan penyakit yang dapat mengurangi hasil panen. Beberapa jenis hama dan penyakit adalah sebagai berikut.
Hama
a. Kumbang (Oryctes rhinoceros sp.)
Gejala dari serangan hama ini adalah terdapat lubang pada pucuk daun bekas gerekan kumbang, setelah berkembang tampak terpotong seperti di gunting dalam bentuk segitiga. Pengendalian dapat dilakukan secara mekanis dan bilogis. Pengendalian secara mekanis adalah dengan cara pohon – pohon sagu yang mendapat serangan ditebang dan dibakar. Pengendalian secara biologis dapat dengan menggunakan musuh alami.
b. Kumbang sagu (Rhynchophorus sp)
Ciri dari serangan hama ini adalah, serangan sekunder setelah kumbang oryctes biasanya meletakkan telur di luka bekas oryctes. Bila serangan terjadi pada titik tumbuh dapat menyebabkan kematian pohon. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara mekanik dan biologis.
c. Ulat daun Artona (Artona catoxantha, Hamps. Atau Brachartona catoxantha)
Ulat daun selain merusak daun pada sagu, juga menyerang pada daging buah, ulat daun ini menyerang jaringan dalam daun. Pengendalian pada ulat daun dapat dilakukan secara mekanik dan biologis.
d. Babi hutan
Binatang ini merusak sagu tingkat semai dan sapihan (umur 1-3 tahun), memakan umbut (pucuk batang yang masih muda). Pengendalian hama binatang ini adalah dengan cara memburu dan membunuhnya agar populasi terkendali.
e. Kera (Macaca irus)
Binatang ini mempunyai potensi untuk merusak bagian sagu muda dan selalu merusak lebih banyak daripada yang dibutuhkan. Pengendalian untuk binatang ini sama dengan pengendalian binatang babi hutan

1. Panen
Ciri dan umur panen
Panen dapat dilakukan umur 6 -7 tahun, atau bila ujung batang mulai membengkak disusul keluarnya selubung bunga dan pelepah daun berwarna putih terutama pada bagian luarnya. Tinggi pohon 10 – 15 m, diameter 60 – 70 cm, tebal kulit luar 10 cm, dan tebal batang yang mengandung sagu 50 – 60 cm. Ciri pohon sagu siap panen pada umumnya dapat dilihat dari perubahan yang terjadi pada daun, duri, pucuk dan batang. Cara penentuan pohon sagu yang siap panen di Maluku adalah sebagai berikut :
1. Tingkat Wela/putus duri, yaitu suatu fase dimana sebagian duri pada pelepah daun telah lenyap.
Kematangannya belum sempurna dan kandungan acinya masih rendah, tetapi dalam keadaan terpaksa pohon ini dapat di panen.
2. Tingkat Maputih, ditandai dengan menguningnya pelepah daun, duri yang terdapat pada pelepah daun hampir seluruhnya lenyap, kecuali pada bagian pangkal pelepah masih tertinggal sedikit. Daun muda yang terbentuk ukurannya semakin pandek dan kecil. Pada tingkat ini sagu jenis Metroxylon rumphii Martius sudah siap dipanen, karena kandungan acinya sangat tinggi.
3. Tingkat Maputih masa/masa jantung, yaitu fase dimana semua pelepah daun telah menguning dan kuncup bunga mulai muncul. Kandungan acinya telah padat mulai dari pangkal batang sampai ujung batang merupakan fase yang tepat untuk panen sagu ihur (Metroxylon sylvester Martius)
4. Tingkat siri buah, merupakan tingkat kematangan terakhir, di mana kuncup bunga sagu telah mekar dan bercabang menyerupai tanduk rusa dan buahnya mulai terbentuk. Fase ini merupakan saat yang paling tepat untuk memanen sagu jenis Metroxylon longisipium Martius

Cara Panen
Langkah-langkah pemanenan sagu adalah sebagai berikut :
1. Pembersihan untuk membuat jalan masuk ke rumpun dan pembersihan batang yang akan di potong untuk memudahkan penebangan dan pengangkutan hasil tebangan.
2. Sagu dipotong sedekat mungkin dengan akarnya. Pemotongan menggunakan kampak/mesin pemotong (gergaji mesin).
3. Batang dibersihkan dari pelepah dan sebagian ujung batangnya karena acinya rendah, sehingga tinggal gelondongan batang sagu sepanjang 6 – 15 meter. Gelondongan dipotong – potong menjadi 1-2 meter untuk
memudahkan pengangkutan. Berat 1 gelondongan adalah + 120 kg dengan diameter 45 cm dan tebal kulit 3,1 cm.

Periode Panen dan Perkiraan Produksi
Pemanenan kedua dilakukan dengan jangka waktu + 2 tahun. Perkiraan produksi hasil yang paling mendekati kenyataan pada kondisi liar dengan produksi 40 – 60 batang/ha/tahun, jumlah empulur 1 ton/batang, kandungan aci sagu 18,5 %, dapat diperkirakan hasil per hektar per tahun adalah 7 – 11 ton aci sagu kering. Secara teoritis, dari satu batang pohon sagu dapat dihasilkan 100 -600 Kg aci sagu kering. Rendemen total untuk pengolahan yang ideal adalah 15%.

2. Teknik Produksi Bioethanol Sagu
Bagian terpenting dalam tanaman sagu adalah batang sagu karena merupakan tempat penyimpanan cadangan makanan (karbohidrat) yang dapat menghasilkan pati sagu. Tinggi batang sagu dewasa mencapai 10 m . Ukuran dari batang sagu dan kandungan patinya tergantung pada jenis sagu, umur dan habitatnya. Pada umur panen sekitar 11 tahun ke atas empulur sagu mengandung pati sekitar 15-20 persen. Setiap pohon sagu dapat menghasilkan tepung sagu berkisar antara 50-450 kg tepung sagu basah. Kandungan pati maksimal terjadi pada waktu sagu sebelum berbunga. Munculnya primordia bunga biasanya menunjukkan kandungan pati menurun. Kandungan pati menurun karena digunakan sebagai energi untuk pembentukan bunga dan buah. Setelah pembungaan dan pembentukan buah, batang akan menjadi kosong dan tanaman sagu mati. 
Keadaan tersebut mempermudah petani dalam mengetahui kandungan pati sagu secara maksimal.
Sagu merupakan salah satu sumber karbohidrat potensial disamping beras, khususnya bagi sebagian besar masyarakat di kawasan Timur Indonesia seperti Irian Jaya dan Maluku. Beberapa produk olahan dari pati sagu antara lain papeda, soun, dan ongol-ongol. Diperkirakan hampir 90% areal sagu Indonesia berada di Irian Jaya dan saat ini arealnya menyusut akibat esksploitasi yang berlebihan. Sistem pengolahan sagu di Indonesia masih sangat rendah yang ditandai dengan kapasitas dan produktivitas pengolahan yang masih rendah.
Di pasaran internasional tepung sagu digunakan sebagai bahan substitusi tepung terigu untuk pembuatan biskuit, mie, sirup berkadar fruktosa tinggi, industri perekat, dan industri farmasi. Pemanfaatan dan nilai tambah sagu pada tingkat petani masih sangat sederhana. Hal ini karena sebagian besar tujuan pengolahan sagu hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Cara sederhana tersebut menghasilkan rend men yang rendah dan kurang efisien. Sagu memiliki kandungan karbohidrat, protein, lemak, kalsium, dan zat besi yang tinggi. Dengan kandungan tersebut, sagu berpotensi dijadikan sebagai bahan baku sirup glukosa yang dapat meningkatkan nilai tambah sagu. Pati sagu mengandung 27% amilosa dan 73% amilopektin. Perbandingan komposisi kadar amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat pati. Semakin tinggi kadar amilosa maka pati bersifat kurang kering, kurang lekat dan mudah menyerap air (higroskopis). Pati sagu memiliki granula yang berbentuk elips agak terpotong dengan ukuran granula sebesar 20-60 mm dan suhu gelatinisasinya berkisar 60-72 C. Sedangkan menurut Wirakartakusumah et al., (1986) suhu gelatinisasi pati sekitar 72- 90 C.

1. Hidrolisis Pati
Sebagai bahan baku bioetanol, pati sagu akan dihidrolisis untuk mendapatkan glukosa, kemudian dilakukan fermentasi untuk mendapatkan bioetanol. Hidrolisis pati sagu akan menghasilkan hidrolisat pati yang merupakan cairan kental dengan komponen utamanya glukosa. Hidrolisis pati menjadi glukosa dapat dilakukan dengan bantuan asam atau enzim pada waktu, suhu dan pH tertentu. Berbagai cara hidrolisis pati telah banyak dikembangkan diantaranya yaitu hidrolisis asam, hidrolisis enzim dan kombinasi asam dan enzim. Hidrolisis pati menggunakan asam memiliki diagram proses yang sederhana, namun memerlukan persyaratan peralatan yang rumit (tahan panas, tekanan tinggi). Berbeda dengan hidrolisis enzimatis, selain kondisi proses yang tidak ekstrim, pemakaian enzim dapat menghasilkan rendemen dan mutu larutan glukosa yang lebih tinggi dibandingkan hidrolisis secara asam. Pada hidrolisis secara enzimatis ikatan pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan, sedangkan apabila menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak. Pada proses hidrolisis pati sagu terdapat tiga tahapan dalam mengkonversi pati yaitu tahap gelatinisasi, likuifikasi dan sakarifikasi. Tahap gelatinisasi merupakan pembentukan suspensi kental dari granula pati, tahap likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati parsial yang ditandai dengan menurunnya viskositas dan sakarifikasi yaitu proses lebih lanjut dari hidrolisis untuk menghasilkan glukosa. Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan a-1,4 glikosidik oleh enzim a-amilase pada bagian dalam rantai
polisakarida secara acak sehingga dihasilkan glukosa, maltosa, maltodekstrin dan a-limit dekstrin. Enzim. a-amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan a-(1,4) glikosidik pada amilosa, amilopektin, dan glikogen. Ikatan a-(1,6) glikosidik tidak dapat diputus oleh a-amilase, tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang yang lebih pendek (Nikolov dan Reilly, 1991). Enzim a-amilase umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens, B. licheniformis, Aspergillus oryzae, dan A. niger. pH optimum untuk enzim ini sekitar 6 dengan suhu optimum 60 C. Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh.




Kamis, 22 Maret 2018

MADE SUDANA, SP


CARA PEMBUATAN PESTISIDA NABATI
PESTISIDA NABATI

MACAM – MACAM PESTISIDA NABATI/ALAMI DAN CARA PEMBUATANNYA

Pestisida nabati adalah ramuan alami pembasmi hama yang bahan-bahan aktifnya berasal dari alam seperti ekstrak tanaman tertentu yang sudah diketahui efek positifnya dalam membasmi hama tertentu. Pestisida nabati mulai diminati oleh petani, mengingat semakin tingginya harga pestisida kimiawi. Selain itu, gerakan go-organic yang terus digaungkan menarik minat petani, praktisi dan akademisi pertanian untuk menemukan berbagai ramuan alami yang efektif mengusir hama.
Pestisida nabati adalah solusi terbaik untuk membasmi hama secara mudah dan murah. Selain karena harganya murah, pestisida alami juga aman bagi keselamatan lingkungan (ekosistem). Ramuan pestisida nabati bisa dibuat sendiri oleh petani dengan teknologi yang sangat sederhana. Sangat memungkinkan untuk dikerjakan secara perorangan, kelompok ataupun dalam skala usaha tertentu. Beberapa teknik yang umum digunakan untuk mengolah pestisida nabati diantaranya dengan teknik merendam, mengekstrak dan ataupun merebus bagian tertentu dari tanaman yang memiliki efek mengusir hama.
Kelebihan Pestisida Nabati
Pestisida nabati semakin diminati karena memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan pestisida sintetis atau kimiawi. Beberapa keunggulan pestisida nabati diantaranya yaitu:
·  Teknologi pembuatannya lebih mudah dan murah, sehingga memungkinkan untuk dibuat sendiri         dalam skala rumah tangga.
·  Pestisida nabati tidak menimbulkan efek negatif bagi lingkungan maupun terhadap makhluk hidup,     sehingga, relatif aman untuk digunakan.
· Tidak beresiko menimbulkan keracunan pada tanaman, sehingga, tanaman yang diaplikasikan             pestisida nabati jauh lebih sehat dan aman dari pencemaran zat kimia berbahaya.
· Tidak menimbulkan resistensi (kekebalan) pada hama. Dalam artian pestisida nabati aman bagi           keseimbangan ekosistem.
·  Hasil petanian yang dihasilkan lebih sehat serta terbebas dari residu pestisida kimiawi.

Kelemahan Pestisida Nabati
Di samping itu, pestisida nabati juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu:
·  Daya kerja pestisida nabati lebih lambat, tidak bisa terlihat dalam jangka waktu yang cepat.
·  Pada umumnya tidak membunuh langsung hama sasaran, akan tetapi hanya bersifat mengusir dan       menyebabkan hama menjadi tidak berminat mendekati tanaman budidaya.
·  Mudah rusak dan tidak tahan terhadap sinar matahari.
·  Daya simpan relatif pendek, artinya pestisida nabati harus segera digunakan setelah proses                  produksi. Hal ini menjadi hambatan tersendiri bagi petani untuk mendapatkan pestisida nabati instan ataupun untuk memproduksi pestisida nabati untuk tujuan komersil.
·  Perlu dilakukan penyemprotan yang berulang-ulang. Hal ini dari sisi ekonomi tentu saja tidak efektif dan efisien.

Prinsip Kerja Pestisida Nabati
Dalam mengendalikan hama dan penyakit tanaman, pestisida nabati menjalankan prinsip kerja yang unik dan spesifik. Prinsip kerja pestisida nabati ada tiga yaitu menghambat, merusak dan menolak. Hal ini akan tampak pada cara kerja pestisida nabati dalam melindungi tanaman dari gangguan hama dan penyakit.
Cara kerja pengendaliannya bisa melalui perpaduan beberapa cara ataupun cara tunggal. Berikut adalah beberapa mekanisme kerja pestisida nabati dalam melindungi tanaman dari organisme pengganggu:
·            Menghambat proses reproduksi serangga hama, khususnya serangga betina.
·            Mengurangi nafsu makan.
·            Menolak makan
·            Merusak perkembangan telur, larva dan pupa, sehingga perkembangbiakan serangga hama
        dapat dihambat.
·            Menghambat pergantian kulit
Tumbuhan Penghasil Pestisida Nabati
JENIS TUMBUHAN
BAGIAN TUMBUHAN
HAMA PENYAKIT
YANG DIKENDALIKAN
Bawang putih
Jeringau
Paitan
Tembakau
Sirsak
Serai
Mimba
Mindi
Lengkuas
Gadung
Kunyit
Bawang merah
Cabai merah
Cengkih
Umbi
Rimpang
Seluruh tanaman
Daun
Daun
Daun
Daun dan biji
Daun dan biji
Umbi
Umbi
Rimpang
Umbi
Buah
Daun, bunga, tangkai bunga
Berbagai jenis wereng dan penyakit karena jamur
Berbagai jenis wereng
Berbagai jenis wereng
Berbagai jenis wereng
Berbagai jenis wereng
Walangsangit, ganjur, dan penggerek batang
Walangsangit, ganjur, dan penggerek batang
Walangsangit, ganjur, dan penggerek batang
Walangsangit, ganjur, dan penggerek batang
Tikus
Berbagai penyakit karena jamur
Berbagai penyakit karena jamur
Berbagai penyakit karena jamur
Berbagai penyakit karena jamur

Patah tulang
Tefrosia
Sembung
Babadotan
Lempuyang Gajah
Lempuyang emprit
Salam
Melaleuka
Kecubung
Bitung
Piretrum
Bengkuang
Legundi
Nilam
Saga
Senggugu
Tuba
Kipahit
Kembang sungsang
Bratawali
Sarikaya
Daun
Daun
Daun
Daun, bunga, batang, akar
Rimpang
Rimpang
Daun
Daun
Daun
Biji
Bunga
Biji
Daun
Daun
Biji
Daun
Akar
Daun
Akar
Batang
Biji
Molukisida
Molukisida
Molukisida
Insektisida
Insektisida
Insektisida
Perangsang tumbuh
Pemikat
Nontoksik
Insektisida
Insektisida
Insektisida
Insektisida
Insektisida
Insktisida
Nontoksik
Racun ikan, moluskisida, insektisida
Penolak
Non toksik
Insektisida
Insektisida


Konsep pertanian ramah lingkungan adalah konsep pertanian yang mengedepankan keamanan seluruh komponen yang ada pada lingkungan ekosistem dimana pertanian ramah lingkungan mengutamakan  tanaman maupun lingkungan serta dapat dilaksanakan dengan menggunakan bahan yang relatif murah dan peralatan yang relatif sederhana tanpa meninggalkan dampak yang negatif bagi lingkungan.
Pestisida Nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tanaman atau tumbuhan dan bahan organik lainya yang berkhasiat mengendalikan serangan hama pada tanaman. Pestisida ini tidak meninggalkan residu yang berbahaya pada tanaman maupun lingkungan serta dapat di buat dengan mudah menggunakan bahan yang murah dan peralatan yang sederhana.
Adapun Tata Cara Pembuatan Pestisida Nabati adalah sebagai Berikut :

1. Pestisida Nabati “Daun Pepaya”
Daun pepaya mengandung bahan aktif  “Papain”,  sehingga efektif untuk mengendalikan “ulat dan hama penghisap”.
Cara Pembuatannya:
– 1 kg daun pepaya segar di rajang
–  Hasil rajangan di rendam dalam 10 liter air, 2 sendok makan minyak tanah, 30 gr detergen, diamkan semalam.
– Saring larutan hasil perendaman dengan kain halus.
– Semprotkan larutan hasil saringan ke tanaman.
2.  Pestisida Nabati  “Biji Jarak”
Biji Jarak mengandung “Reisin dan Alkaloit” ,  efektif untuk mengendalikan ulat dan hama penghisap (dalam bentuk larutan ),  Juga efektif untuk mengendalikan nematoda/cacing (dalam bentuk serbuk).
Cara Pembuatannya:
–  Tumbuk 1 biji jarak dan panaskan selama 10 menit dalam air 2 liter, tambahkan 2 sendok makan minyak tanah dan 50 gr deterjen lalu diaduk.
–  Saring larutan hasil perendaman, tambahkan air kembali 10 liter.
–  Siap dipergunakan dengan cara di semprot kan ke tanaman.
3. Pestisida Nabati ” Daun Sirsak ”
Daun sirsak mengandung bahan aktif  “Annonain dan Resin “.  Efektif untuk mengendalikan hama ” Trip ”
Cara Pembuatan :
– Tumbuk halus 50 – 100 lembar daun sirsak.
– Rendam dalam 5 liter air, + 15 gr detergen, aduk rata dan diamkan semalam.
– Saring dengan kain halus
– Dicairkan kembali 1 liter larutan pestisida dengan 10 – 15 liter air
–  Siap disemprotkan ke tanaman.
4.  Pestisida Nabati ” Daun Sirsak  dan Jeringau ”
Rimpang jeringau mengandung ” Arosone, Kalomenol, Kalomen, Kalomeone, Metil eugenol, Eugenol “.
Efektif untuk mengendalikan ” hama wereng coklat “.
Cara Pembuatan:
– Tumbuk  halus segenggam daun sirsak , segenggam rimpang jeringau, 20 siung bawang putih.
– Rendam dalam air sebanyak 20 liter, di + 20 gr sabun colek, aduk rata dan di biarkan semalam.
– Saring dengan kain halus.
– Encerkan 1 liter pestisida dengan 50 - 60 liter air
– siap di semprotkan ke tanaman.
5.  Pestisida Nabati ” Pacar Cina ”
Pacar Cina mengandung minyak atsiri, alkaloid, saponin, flavonoin,  dan tanin.  Efektif untuk mengendalikan ” Hama ulat “.
Cara Pembuatan:
– Tumbuk 50 -100 gr ranting atau kulit batang pacar cina, tambah 1 liter air, tambah 1 gr detergen  kemudian direbus selama 45-75 menit dan diaduk  agar menjadi larutan.
– saring dengan  kain halus.
– siap disemprotkan ke tanaman.
6.  Pestisida Nabati ” Rendaman Daun Tembakau ”
Daun tembakau mengandung  nikotin.  Efektif untuk mengendalikan hama penghisap.
Cara Pembuatan :
– Rajang 250 gr ( sekitar 4 daun ) tembakau dan direndam dalam 8 liter air selama semalam.
– Tambahkan 2 sendok detergen, aduk merata kemudian disaring.
–  Siap disemprotkan ke tanaman.
7.  Pestisida Nabati ” Daun Sirih Hutan ”
Daun sirih hutan mengandung ” fenol dan kavokol “. Efektif untuk hama penghisap.
Cara Pembuatan:
– Tumbuk halus 1 kg daun sirih hutan segar, 3 siung bawang merah, 5 batang serai.
– Tambahkan air 8 – 10 liter air, 50 gr deterjen dan diaduk rata.
– Saring dengan kain halus
– Siap disemprotkan ke tanaman.
8.  Pestisida Nabati ” Umbi Gadung ”
Umbi gadung mengandung diosgenin, steroid saponin, alkohol dan fenol.  Efektif untuk mengendalikan ulat dan hama penghisap.
Cara Pembuatan :
– Tumbuk halus 500 gr umbi gadung dan peras dengan batuan katong kain halus.
– Tambahkan 10 liter air , aduk rata dan siap di semprotkan ke tanaman.
9.  Pestisida Nabati ” Daun Mimba ”
Daun mimba mengandung  Azadirachtin, salanin, nimbinen dan meliantriol.  Efektif  mengendalikan ulat, hama penghisap, jamur, bakteri, nematoda dll.
Cara pembuatan
a. Dengan ” Biji Mimba ”
–  Tumbuk halus 200 -300 gr biji mimba
–  Rendam dalam 10 liter air semalam
–  Aduk rata dan saring, siap disemprotkan ketanaman.
b. Dengan ” Daun Mimba ”
–  Tumbuk halus 1 kg daun mimba kering bisa juga dengan daun segar.
– Rendam dalam 10 liter air semalam, aduk rata , saring dan siap untuk disemprotkan ke tanaman.
c. Untuk mengendalikan ” nematoda puru akar ” pada tanaman tembakau lakukan 15 -30 gr daun mimba kering atau 5 -10 gr biji mimba ditumbuk halus, kemudian diberikan untuk setiap lubang tanaman tembakau.
d. Untuk mengendalikan ” Jamur Fusarium dan Sclerotium “. sebanyak 2 -6 gr biji mimba ditumbuk lalu rendam selama 3 hari dengan air 1 liter.  Lalu disaring dan siap di semprotkan ke tanaman.
10.  Pestisida Nabati ” Srikaya dan Nona Seberang ”
Srikaya dan nona seberang mengandung annonain dan resin.  Efektif  untuk mengendalikan ulat dan hama pengisap.
Cara Pembuatan
– Tumbuk hingga halus 15 -25 gr biji srikaya/nona seberang
– Rendam dalam 1 liter air, 1gr deterjen , aduk rata dan biarkan 1 malam, kemudian saring dan siap disemprotkan ketanaman.
11.  Pestisida Nabati ”  Daun Gamal ”
Daun gamal mengandung Tanin.  Efektif untuk mengendalikan ulat dan hama penghisap. Daun gamal bila ditambah dengan minyak tanah dan detergen akan dapat dipakai sebagai insektisida.  Penggunaan nya harus hati2 karena dengan adanya minyak tanah mengakibatkan tanaman terbakar dan bau bila mendekati panen.

12.  Pestisida  Nabati ” Daun Mimba dan Umbi Gadung “.
Efektif untuk mengendalikan ulat dan hama penghisap.
Cara Pembuatan
– Tumbuk halus 1 kg daun mimba dan 2 buah umbi gadung racun, ditambah 20 liter air, 10 gr detergen dan aduk rata kemudian diamkan semalam, saring  dan siap untuk di semprotkan ke tanaman.
13.  Pestisida Nabati “Serbuk Bunga Piretrum ”
Serbuk bunga piretrum mengandung bahan “Piretrin “. Efektif untuk mengendalikan ulat.
Cara Pembuatan
– Rendan serbuk bunga piretrum sebanyak 25 gr dalam 10 liter air
– tambah 10 gr detergen, aduk rata dan biarkan semalam kemudian disaring dan siap disemprotkan ke tanaman.
SELAMATAT MENCOBA...... SUKSES PETANI ..... SEJAHTERA INDONESIA